لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab : 21)
Setiap kali membaca kisah Nabi Muhammad SAW, ada kerinduan yang memuncak akan sosok pribadi yang luar biasa. Beliau yang dikenal sebagai Al-Amin – orang yang sangat dipercaya – bahkan oleh musuh-musuhnya sekalipun. Beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan. Setiap tindak tanduknya adalah sebuah akhlak perwujudan dari kalam Ilahi. Sebuah contoh hidup bagaimana kitab Allah dijelaskan dalam sebuah perilaku. Memperlakukan semua orang, tua muda, miskin kaya, sahabat dan musuh dengan sebaik-baik perlakuan dan akhlak. Salah satu akhlak beliau adalah senantiasa menghadapkan seluruh wajahnya kepada orang yang diajak bicara, sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada setiap orang, tanpa memperhatikan latar belakang orang tersebut.
SEJARAH ASAL-MULA DIADAKAN MAULID NABI MUHAMMAD SAW
Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.Kita mengenalnya sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.
Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi --orang Eropa menyebutnya Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengambil hati rakyatnya.. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub --katakanlah dia setingkat Gubernur. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal kalender Hijriyah, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 M) tanggal 12 Rabiul-Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Pada awalnya Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.
Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni Syekh Ja’far Al-Barzanji.
*** sepenggal kisah keteladanan Rasulullah tanpa memandang Agama*****
Di sudut pasar Madinah Al-Munawwarah pernah ada seorang pengemis Yahudi buta yang hari demi harinya apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata, “Wahai saudaraku janganlah engkau dekati Muhammad ! Dia itu seorang yang gila, dia itu seorang pembohong, dia tukang sihir ! Apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya !”.
Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi pengemis buta itu dengan makanan yang dibawanya, walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW tetap melakukan hal ini hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah Rasulullah SAW wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan kepada pengemis Yahudi buta itu setiap paginya.
Pada suatu hari Abu Bakar ra. berkunjung ke rumah putrinya, Aisyah ra.(=istri Rasulullah), yang kemudian bertanyalah ia kepada anaknya, “Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan ?”. Aisyah ra. menjawab pertanyaan ayahnya, “Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah, hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu hal saja”. “Apakah itu ?”, tanya Abu Bakar ra. “Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana”, kata Aisyah ra.
Maka keesokan harinya Abu Bakar ra. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar ra. pun mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu dengan cara menyuapinya. Ketika Abubakar ra. mulai menyuapi, tiba-tiba si pengemis itu marah sambil berteriak, “Siapakah engkau ?”. Abubakar ra. menjawab, “Aku orang yang biasa”. “Bukan ! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku !”, jawab si pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya, setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abu Bakar ra. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa mendatangimu, aku hanyalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Yang biasa menyuapimu adalah Muhammad Rasulullah SAW”. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar ra. ia pun menangis dan kemudian berkata, “Benarkah demikian ? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, dan ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia selalu mendatangiku dengan membawa makanan pada setiap pagi, ia begitu mulia”. Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar Ash-Shiddiiq ra.
***
Hadits dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada dan balaslah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya kebaikan itu akan menutupi kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (Hadist Riwayat Tirmidzi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar