Hari ini aku senang sekali, karena aku baru saja ikut belajar bikin perabot dari tanah liat di Plered, Purwakarta. kami berangkat dari SD Islam Al-Ghozali pada pukul 09.30 dengan menggunakan angkot, jemputan sekolah dan beberapa mobil pribadi. Kelas IV-A terbagi atas 6 kelompok, dan aku masuk dalam kelompok 4. Disamping ini adalah foto kelompokku.
Ini adalah foto pertama kali kami datang dan siap untuk belajar membuat gerabah / tembikar, yaitu peralatan yang bahan dasarnya dibuat dari tanah liat atau tanah lempung.
SEJARAH KERAMIK DI KECAMATAN PLERED PURWAKARTA
Plered adalah nama salah satu kecamatan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Sejarah Plered tidak lepas dari sejarah keramik dan perjuangannya. Wilayah Plered, Cirata, Gandasoli dan Citalang termasuk kota atau desa yang tua di Kabupaten Purwakarta. Sejarah Plered dan keramik sudah ada sejak jaman Neolitikum. Pada jaman tersebut, sudah ada penduduk yang berdatangan ke daerah Cirata menyusuri sungai Citarum. Dari hasil penggalian di daerah Cirata ditemukan peninggalan dari batu, kapak persegi, alat untuk menumbuk dan alu dari batu, termasuk ditemukan belanga dan periuk dari tanah liat, juga ditemukan adanya panjunan (anjun) tempat membuat keramik.
Asal muasal nama Plered mempunyai beragam versi: di antaranya nama tersebut berasal dari masa tanam paksa ketika pada waktu tersebut daerah ini menjadi tempat penanaman kopi yang hasilnya diangkut menggunakan pedati-pedati kecil yang ditarik oleh kerbau (disebut Palered). Pedati pengangkut kopi tersebut dibuat dari papan kayu baik roda mau pun pedatinya, sehingga kuat sekali kalau melalui jalan berlumpur. Pengangkutan kopi tersebut menuju Cikawao Bandung/Jatiluhur yang selanjutnya diangkut rakit ke Tanjung Priok menyusuri sungai Citarum.
Perkembangan Kerajinan Keramik Plered
Keramik sebagai bentuk kerajinan sudah nampak pada jaman kolonial Belanda, mulai tahun 1795 yang pada saat itu di sekitar Citalang ada lio-lio (tempat pembuatan genteng dan batu bata). Sejak itulah rumah-rumah rakyat yang semula beratap ijuk, sirap, daun kelapa atau alang-alang di sekitar Plered dan di Kabupaten Karawang mulai diganti dengan atap genteng bahkan di sekitar Anjun (Panjunan) sudah dimulai pembuatan gerabah/tembikar. Mulai tahun 1935, produk gerabah yang diglasir di Plered menjadi industri rumah tangga. Pada tahun tersebut, terdapat perusahaan Belanda yang membuka pabrik glasir bernama Hendrik De Boa di Warung Kondang, Plered.
Pada jaman kolonial Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya harus bekerja sebagai romusha, utamanya di sekitar kaki Gunung Cupu dan Ciganea. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Toki Kojo. Kendati demikian perusahaan tersebut tetap berjalan. (http://www.purwakartakab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=225:sejarah-dan-perkembangan-keramik-plered&catid=76:liputan-khusus&Itemid=121)
Pertama kali aku tiba di tempat pembuatan tembikar/gerabah tersebut, aku sangat kagum dengan banyaknya perabotan/tembikar yang berjejer. Ada guci-guci besar, pot bunga berbagai ukuran, dan lain-lain Disana juga terdapat alat-alat pembakar gerabah yang telah dibentuk, serta alat pencetak gerabah.
Pembuatan gerabah yang aku lihat disana ada dua macam, yaitu pembuatan dengan tangan melalui bidang yang diputar (manual), serta pembuatan bentuk dengan menggunakan cetakan yang sudah ada, seperti cetakan pot berbagai ukuran
Disana juga terdapat tempat pembakaran yang masih menggunakan tungku tanah yang sangat besar. Ini dia foto tungku pembakarannya. Didepannnya terdapat pot-pot bunga yang baru saja dibuat menggunakan cetakan dan siap untuk dibakar. Gunanya, supaya adonan bentuk tanah liatnya menjadi lebih kokoh dan tidak mudah rapuh.
Selama belajar membentuk tanah liat, kami saling bekerja sama. Sebagian dari kami memutar piringan, sebagian membentuk tanah liat. Kami sangat senang sekali ketika hasil pekerjaan kami selesai dibuat. Kelompok 4 berhasil membuat 12 buah gerabah berbagai bentuk (pot, asbak, kendi, piring, dll)
Setelah selesai, kami makan siang bersama-sama dilanjutkan dengan sholat dzuhur. Akhirnya kami pulang kembali ke sekolah, namun sebelumnya, tak lupa aku membeli beberapa buah gerabah kecil sebagai oleh-oleh untuk adikku dirumah. Pengalaman yang tidak akan kulupakan.
Selamat tinggal Plered, kapan-kapan aku ingiin sekali berkunjung ke sini lagi... I LOVE PURWAKARTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar